Fast
fashion atau
busana cepat dikenal sebagai salah satu fenomena penyebab dari kerusakan planet
bumi, pengeksploitasian pekerja, dan melukai banyak hewan. Dampak dari fast
fashion sebenarnya sangat luas. Tekanan untuk mengurangi biaya dan
mempercepat waktu produksi berarti sudut pandang lingkungan hidup kemungkinan
besar akan terpangkas. Dampak negatif dari fast fashion mencakup
penggunaan pewarna tekstil yang murah dan beracun menjadikan industri fashion
sebagai salah satu pencemar air bersih terbesar di dunia, sama halnya dengan
pertanian.
Tekstil
murah juga meningkatkan dampak fast fashion. Poliester seringkali disebut sebagai salah satu
kain paling populer. Bahan ini berasal dari bahan bakar fosil, berkontribusi
terhadap pemanasan global, dan dapat melepaskan serat mikro yang menambah
jumlah plastik di lautan saat dicuci atau bahkan dipakai. Namun bahkan kain
“alami” pun bisa menjadi masalah dalam skala tuntutan fast fashion.
Kapas konvensional membutuhkan air dan pestisida dalam jumlah besar di
negara-negara seperti India dan Tiongkok. Hal ini menimbulkan risiko kekeringan
dan tekanan ekstrem pada daerah aliran sungai serta persaingan sumber daya
antara perusahaan dan masyarakat lokal.
Kecepatan
dan permintaan yang konstan berarti peningkatan tekanan pada bidang lingkungan
lainnya seperti pembukaan lahan, keanekaragaman hayati, dan kualitas tanah.
Pengolahan kulit juga berdampak terhadap lingkungan, dengan 300kg bahan kimia
ditambahkan ke setiap 900kg kulit hewan yang disamak. Kecepatan produksi
pakaian juga berarti semakin banyak pakaian yang dibuang oleh konsumen,
sehingga menimbulkan limbah tekstil dalam jumlah besar. Menurut beberapa
statistik, di Australia saja, lebih dari 500 juta kilo pakaian yang tidak
diinginkan berakhir di tempat pembuangan sampah setiap tahunnya.
Selain
kerugian lingkungan akibat fast fashion, ada juga kerugian manusia. Fast
fashion sangat berdampak pada pekerja garmen yang bekerja di lingkungan
berbahaya, dengan upah rendah, dan tanpa hak asasi manusia yang mendasar. Di
bagian bawah rantai pasokan, para petani bekerja dengan bahan kimia
beracun dan praktik brutal yang dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan
mental mereka, sebuah penderitaan yang disoroti oleh film dokumenter The True
Cost.
Seringkali
hewan juga terkena dampak fast fashion. Di alam liar, pewarna beracun
dan serat mikro yang dilepaskan di perairan akan tertelan oleh kehidupan darat
dan laut melalui rantai makanan dan menimbulkan dampak yang sangat buruk. Dan
ketika produk-produk yang berasal dari hewan seperti kulit, bulu, dan bahkan
wol digunakan secara langsung dalam dunia fesyen, maka kesejahteraan hewan pun
terancam. Sebagai contoh, sejumlah skandal mengungkapkan bahwa bulu asli,
termasuk bulu kucing dan anjing, sering kali dianggap bulu palsu oleh pembeli
yang tidak mengetahuinya. Kenyataannya adalah ada begitu banyak bulu asli yang
diproduksi dalam kondisi buruk di peternakan bulu sehingga produksi dan
pembeliannya menjadi lebih murah dibandingkan bulu palsu.
Fast
fashion dapat berdampak pada konsumen itu sendiri, mendorong budaya
“membuang” karena produk-produk tersebut sudah ketinggalan zaman dan cepatnya
munculnya tren. Fast fashion membuat kita percaya bahwa kita perlu
berbelanja lebih banyak agar tetap mengikuti tren, menciptakan rasa kebutuhan
dan ketidakpuasan yang terus-menerus. Tren ini juga mendapat kritik atas dasar
kekayaan intelektual, dengan beberapa desainer menuduh bahwa pengecer telah
memproduksi secara massal desain mereka secara ilegal.
Banyak
pengecer yang kita kenal sekarang sebagai pemain besar fast fashion,
seperti Zara atau H&M, dimulai sebagai toko kecil di Eropa sekitar tahun
1950an. Secara teknis, H&M adalah raksasa mode cepat tertua, yang dibuka
sebagai Hennes di Swedia pada tahun 1947, berekspansi ke London pada tahun
1976, dan tak lama kemudian, mencapai Amerika pada tahun 2000. Zara menyusul,
yang membuka toko pertamanya di Spanyol Utara pada tahun 1975. Ketika Zara
mendarat di New York pada awal tahun 1990-an, orang pertama kali mendengar
istilah “fast fashion”. Istilah ini diciptakan oleh New York Times untuk
menggambarkan misi Zara yang hanya membutuhkan waktu 15 hari agar sebuah
pakaian mulai dari tahap desain hingga dijual di toko.
Produsen fast
fashion yang telah mengambil keuntungan finasial namun tidak memikirkan
dampaknya terhadap bumi kita ini memang bukanlah perbuatan yang terpuji. Namun,
sebagai konsumen kita bisa memilih untuk tidak membeli barang hasil produksi
fast fashion. Dengan begitu, kita tergolong sebagai orang-orang yang peduli
terhadap kesehatan bumi. Karena jika bukan kita, maka siapa lagi?